Freitag, 5. Mai 2017

DRAMA SANNA

Jam tanganku menunjukkan pukul 17.08 CET. Malam datang begitu cepat, mentari hadir begitu singkat. Sudah saatnya aku kembali ke asrama. Perlahan aku melangkahkan kaki di atas jalan setapak menuju Studentenwohnheim. Hawa musim dingin, suara angin yang perlahan meneteskan air dari dahan pohon, butiran salju yang menutupi hamparan permukaan bumi, entah mengapa menjadi pelengkap episode kehidupanku hari ini.
Aku menatap langit yang bertabur bintang lekat-lekat. Sekawanan bintang di musim dingin yang indah sekali. Mereka juga ditemani cahaya bulan yang seakan-akan ingin menghangatkan diriku dari dinginnya malam. Pemandangan dan suasana malam kali ini membuatku tak mengerti mengapa air mata begitu saja membasahi pipi. Aku pun heran dengan hati yang sedaritadi berkecamuk rindu dengan sesuatu yang belum bisa kujumpai.
“Astaghfirullah.. allahumma salli ala muhammad wa aali muhammad..“, ucapku dalam hati.
Kunjungan ke rumah sakit hari ini benar-benar membuatku banyak belajar tentang makna kata syukur. Aku bersyukur karena Allah swt masih memberiku nikmat sehat sampai detik ini. Dan aku juga bersyukur karena Allah swt memberiku nikmat iman islam yang tak tertandingi dengan apapun, baik itu materi ataupun non-materi termahal sejagad raya sekalipun.
Tak hanya itu. Dari sikap Pras di Rumah sakit hari ini juga membuatku sungguh takjub dan kembali belajar. Perbuatannya mengingatkanku pada akhlak Rasulullah saw. Meskipun dihina, dicaci, dibenci, namun akhlak terpuji bagindalah yang menjadi wasilah pelunak hati.
Langkahku terhenti. Dari kejauhan ada suara Adi memanggilku.
“Sanna!!! Warte!!!“, terdengar suara yang sedikit terengah-engah memanggil dan sukses mengalihkan lamunanku. Langsung kuusap pipiku yang basah dengan sigap.
“Kenapa di? sepertinya ada hal penting sekali yang ingin kau sampaikan“
Ja!!... Stimmt!!...“, jawab Adi sambil perlahan mengatur nafasnya.
“Saann, kamu kenal Laudya kan?!“
“Ya, aku mengenalnya. Ada apa dengan dia?“, nada bicaraku berubah sedikit khawatir.
“hmmm jadi gini San.. kamu kann dekat dengan Laudya. Tolonglah kamu nasihati dia untuk menjaga tingkahnya dihadapan Pras.“
“hah? Apa maksudmu? Aku tak mengerti“
“Laudya menyukai Pras, dan dia pagi ini datang ke kamar Pras menyatakan perasaannya. Inti yang ingin aku sampaikan adalah tolong kamu dekati dan nasihati dia. Udah itu aja. Permisi Sanna. Aku ada Termin lagi. Wassalamu’alaykum“.
Adi pergi begitu saja dengan sedikit berlari dan muka agak kebingungan. Sepertinya ia harus segera mengejar bus di halte dekat gedung asramaku. Memang bus tersebut datang hanya setengah jam sekali, jadi apabila terlewat satu menit saja dari jadwal kedatangan bus, maka harus menunggu setengah jam lagi. Budaya yang begitu menghargai waktu dan betapa teraturnya negara ini.

****

Sesampainya di kamar asrama, aku bergegas mengambil air wudhu untuk segera menunaikan solat maghrib dan solat sunnah pengiringnya. Tak lupa pula setelah selesai solat ku tenangkan jiwa dengan membaca beberapa penggal ayat suci Al-Qur’an. Aku hanyut dalam lantunan ayat-ayat suci ini. Sampai aku tiba di sebuah ayat...

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.“ (Q.S. Al-Qasas: 56)

            Air mata kembali membasahi pipiku. Kali ini aku teringat pada cerita Adi saat di perjalanan pulang tadi. Pikiranku melayang jauh memikirkan Laudya. Laudya si gadis blesteran cantik yang sangat baik, ramah, ringan tangan, dan cerdas. Semangatnya untuk memperbaiki diri sungguh luar biasa. Namun hidayah islam itu memang belum juga diraihnya. Dan aku pun baru tahu ternyata Laudya menyukai Pras. Sosok kharismatik, ketua perhimpunan mahasiswa sekaligus salah satu imam masjid Al-Falah. Mungkin kisah ini yang kemarin aku lewatkan.

****

“San, bolehkah aku ke rumahmu? Ada yang ingin aku ceritakan“, terdengar suara Laudya jauh di sebrang handphone sana.
Gerne!. Pintu kamarku selalu terbuka untukmu. Kapanpun itu“. Jawab Sanna singkat.
bis gleich Sanna!“.tut.. tut.. tut.. sambungan pun terhenti
Tak kurang dari setengah jam Laudya telah tiba di depan gedung asrama Sanna.
“teeeeeeet“. Suara bel pintu asrama gedung yang annoying tersebut membuat Laudya sedikit kaget.
“Laudya ya?“, suara Sanna muncul di lubang-lubang kecil yang dekat dengan bel pintu utama gedung.
Ja..“
“teeeeeeeeeeeeeeeeeeeet“ suara ini menandakan Sanna sedang memencet salah satu tombol di dalam kamarnya agar pintu utama gedung secara otomatis terbuka.

****

“Laudya, ada apa denganmu? Kenapa kamu menangis?“, Sanna segera menutup pintu kamarnya dan berusaha mengusap pipi Laudya.
“San aku perlu cerita kepadamu. Aku ingin sekali memeluk islam san. Aku telah mempelajarinya. Aku pun percaya Allah itu satu. Dan aku sudah lama tidak minum alkohol. Aku baca pula terjemahan Al-Qur’an. Beberapa kali aku juga telah mencoba praktik sholat. Tapiii....“
“Tapi kenapa???“, tanya Sanna tak sabar
“Keluargaku tak menyetujuinya, apalagi ibuku, dia sangat marah ketika mengetahui keinginanku“, tangis Laudya pun pecah.
“Kamu harus sabar Laudya. Setiap perubahan itu tidak mudah, pasti ada saja cobaan yang mesti dilalui. Kamu harus kuat. Pelan-pelan saja dalam memberitahu keluargamu, terus berakhlak baik di hadapan mereka. Dan berdoalah kepada Allah swt. karena Dia lah yang membolak-balikkan hati.“
“Tapiii Sanna... aku juga belum siap untuk menjalankan berbagai kewajiban dalam agama islam. Ada hal lain yang mengusik batinku. seseorang yang membuatku setiap malam memikirkannya. Sebenarnya hal inilah yang penting dan ingin aku ceritakan. Aku ingin bertanya pendapatmu.“ Tatapan Laudya begitu lekat pada Sanna. Bagai berharap bertemu fatamorgana di tengah gurun pasir yang tandus.
“Apa itu Laudya? Sampaikanlah. Ceritakanlah...“

teng teng tereteng teng“, suara handphone Laudya tiba-tiba berdering membuyarkan fokus kedua insan berparas cantik tersebut.
“Sanna aku harus pergi sekarang. Ibu marah besar karena mengetahui aku menemui teman muslimku. Nanti kalau alles in ordung izinkan aku kembali kesini yaa San.. danke schön Sanna.. Tschüß..“. Tiba-tiba Laudya pergi begitu saja sambil tak lupa mencium pipi kiri pipi kanan Sanna sebagai tanda perpisahan.
“semoga semua baik-baik saja Laudya. Kamu juga bisa langsung meneleponku kapanpun kamu perlukan“, balas Sanna sambil bersiap menutup pintu kamarnya mengiringi kepergian Laudya.

****

 “dreeet dreet dreet

Handphoneku bergetar memecah lamunan tentang Laudya. Ku tutup Qur’anku dan ku gapai Handphone yang ada di meja belajar. Ada whatsapp ternyata dari Adi. Setelah kubuka ternyata isinya sebuah pesan yang berbunyi.
“Assalamu’alaykum Sanna. Ini aku Adi. Sebenarnya ada hal lain yang tadi belum sempat aku sampaikan. Aku bingung mengatakannya. Jadi aku berfikir untuk menyampaikannya melalui pesan ini. Aku hanya ingin kamu mengetahui bahwa aku menyukaimu dan aku ingin serius denganmu. Siapa yang harus aku hubungi jika ingin berkenalan lebih lanjut denganmu Sanna?. Semoga kamu tidak salah paham denganku.“
“kenapa Adi seperti orang yang berubah 180 derajat begini, kemana Adi yang selama ini kulihat ceplas-ceplos, cengangas cengenges, sungguh seperti bukan Adi.“, aku menggeleng-gelengkan kepala.
“kok bisa Adi suka sama aku? duuuh bales apa yaa.. Kenapa Adi jadi kaku gini sii??“, banyak pertanyaan muncul dalam benakku.


Berlin, 5. Mei 2017


#Menalifiksi adalah sebuah antologi cerita pendek karya anggota Forum Lingkar Pena Jerman. Ini adalah cerita pertama atau yang kami sebut simpul pertama.
#Menalifiksi FLP Jerman simpul pertama
1. Wanna - mencari arah
https://satriawannambaputra.wordpress.com/2016/12/18/mencari-arah-menalifiksi-simpul-1-ep-1/
2. Najla - sepotong masa lalu
http://najlamuzaffari.tumblr.com/post/155017066500/menali-fiksi-2-sepotong-masa-lalu
3. Irin - awal perubahan
https://irinshabrina.tumblr.com/post/155267201452/awal-perubahan-menali-fiksi
4. Gilang - ikan asin nutella
http://gilangkazuyashimurajuliansyah.tumblr.com/post/155541635947/ikan-asin-nutella
5. Dimas - Yang Dipertemukan dan Yang Kembali
https://dimaskurniap.wordpress.com/2017/01/11/yang-dipertemukan-dan-yang-kembali/
6. Irfan - Segi Empat 5cm
http://ceritauntukanakcucu.blogspot.de/2017/01/segi-empat-5cm.html
7. Dzaif
https://www.facebook.com/notes/hudzaifah-muhibullah/tertawan-etika/10154342450007992 

1 Kommentar: